Skip to main content

Minyak Pala

Description: file:///E:/Semester%204/minyak%20pala/pala-si-kecil-kaya-manfaat-521838_files/1357147044553869153_300x380.png Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari pulau Banda. Tanaman ini merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis, selain di Indonesia terdapat pula di Amerika, Asia dan Afrika. Pala termasuk famili Myristicaceae yang terdiri atas 15 genus (marga) dan 250 species (jenis). Dari 15 marga tersebut 5 marga di antaranya berada di daerah tropis Amerika, 6 marga di tropis Afrika dan 4 marga di tropis Asia.Tanaman pala merupakan tumbuhan berbatang sedang dengan tinggi mencapai 18 m, memiliki daun berbentuk bulat telur atau lonjong yang selalu hijau sepanjang tahun. Pohon pala dapat tumbuh di daerah tropis pada ketinggian di bawah 700 m dari permukaan laut, beriklim lembab dan panas, curah hujan 2.000-3.500 mm tanpa mengalami periode musim kering secara nyata. Daerah penghasil utama pala di Indonesia adalah Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Sumatra Barat, Nanggroe Aceh Darusalam, Jawa Barat dan Papua.Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli dan minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam industri makanan dan minuman. Minyak yang berasal dari biji, fuli, dan daun banyak digunakan untuk industri obat-obatan, parfum dan kosmetik. Buah pala berbentuk bulat berkulit kuning jika sudah tua, berdaging putih. Bijinya berkulit tipis agak  keras berwarna hitam kecokelatan yang dibungkus fuli berwarna merah padam. Isi bijinya putih, bila dikeringkan menjadi kecokelatan gelap dengan aroma khas. Buah pala terdiri atas daging buah (77,8%), fuli (4 %), tempurung (5,1%) dan biji (13,1%). Secara komersial biji pala dan fuli (mace) merupakan bagian terpenting dari buah pala dan dapat dibuat menjadi berbagai produk antara lain minyak atsiri dan oleoresin. Produk lain yang mungkin dibuat dari biji pala adalah mentega pala yaitu trimiristin yang dapat digunakan untuk minyak makan dan industri kosmetik. Daging buah pala dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi manisan, asinan, dodol, selai, anggur dan sari buah (sirup) pala. Pala merupakan salah satu komoditas ekspor yang penting karena Indonesia merupakan negara pengekspor biji dan fuli pala terbesar yaitu memasok sekitar 60% kebutuhan pala dunia. Selain sebagai komoditas ekspor, kebutuhan dalam negeri juga cukup tinggi. Produksi pala Indonesia sekitar 19,9 ribu ton per tahun. Luas areal tanaman pala semakin meningkat dari tahun ke tahun dan pada tahun 2005 mencapai 68.691 ha.

B.       KOMPOSISI KIMIA PALA
Pada biji dan fuli buah pala terdiri dari komponen penyusun yaitu, minyak atsiri, minyak lemak, protein, selulosa, pentosan, pati, resin, dan mineral-mineral. Jumlah masing-masing komponen penyusun dipengaruhi oleh klon, mutu, lama penyimpanan, dan tempat tumbuhnya. Pada biji pala utuh, kandungan minyak yang terkandung bervariasi dari 25% hingga 40%. Sedangkan pada fuli, persentase kandungan minyaknya antara 20 % sampai 30%. Untuk perbandingan komposisi kimia buah pala dapat dilihat pada tabel 1 komposisi kimia buah pala dari Banda.
Tabel 1. Komposisi Komia Buah Pala dari Banda (%)
Komponen
Daging Buah
Fuli
Biji
Basah
Kering
Basah
Kering
Basah
Kering
Air
89
17,4
54
17,6
41
12,9
Lemak
-
-
10,4
18,6
23,3
34,4
Minyak atsiri
1,1
8,5
2,9
5,2
1,7
2,5
Gula
-
-
1,1
1,9
1,0
1,5
Komponen mengandung N
-
-
3,0
5,2
4,1
5,1
Komponen bebas N
-
-
27,7
49,5
27,3
40,4
Abu
0,7
5,7
0,9
1,6
1,5
2,2
Sumber : Jense dalam Nanan Nurdjannah (2007)

Setiap 100 g daging buah pala mengandung air sekitar 10 g, protein 7 g, lemak 33 g, minyak yang menguap (minyak atsiri) dengan komponen utama monoterpen hidrokarbon (61 – 88% seperti alpha pinene, beta pinene, sabinene), asam monoterpenes (5 – 15%), aromatik eter (2-18% seperti myristicin, elemicin, safrole).



C.      MINYAK ATSIRI PALA
Minyak atsiri pala dapat diperoleh dari penyulingan biji pala, sedangkan minyak fuli dari penyulingan fuli pala. Minyak atsiri dari biji pala maupun fuli mempunyai susunan kimiawi dan warna yang sama. Minyak fuli baunya lebih tajam daripada minyak biji pala. Rendemen minyak biji pala berkisar antara 2-15% (rata-rata 12%), sedangkan minyak fuli antara 7-18% (rata-rata 11%). Bahan baku biji dan fuli pala yang digunakan biasanya berasal dari biji pala muda dan biji pala tua yang rusak (pecah). Rendemen dan mutu minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu pra panen dan pasca panen. Faktor pra panen meliputi jenis (varietas) tanaman, cara budidaya, waktu dan cara panen. Faktor pascapanen meliputi cara penanganan bahan, cara penyulingan, pengemasan dan transportasi. Biji pala yang akan disuling minyaknya sebaiknya dipetik pada saat menjelang terbentuknya tempurung yaitu berusia sekitar 4-5 bulan. Pada umur tersebut warna fuli masih keputih-putihan dan daging buahnya masih lunak. Fuli yang tua dan sudah merah warnanya, kandungan minyak atsirinya relatif rendah dan dimanfaatkan untuk ekspor (Somaatmaja, dalam Nurdjannah. 2007). Penyulingan dapat dilakukan dengan cara penyulingan uap pada tekanan rendah, sedangkan penyulingan dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan terbawanya minyak lemak sehingga akan menurunkan mutu minyak atsiri (Guenther dalam Nurdjannah 2007).
Penanganan pasca panen yang dilakukan antara lain Grading, Penjemuran, dan Penyimpanan.
Grading 
Biji basah biasanya masih mengandung fuli sehingga perlu dipisahkan dari bijinya terlebih dahulu sebelum dijemur, karena perbedaan kadar minyak antara kedua bahan tersebut. Komposisi bahan yang disuling terdiri dari 90 % biji campuran dan 10% fuli.
Penjemuran 
Biji dan fuli pala basah yang telah dipisah, selanjutnya dikeringkan di atas lantai penjemur yang sebaiknya diberi alas tikar, bambu anyam atau tikar plastik. Penjemuran dilakukan dari jam 09.00-14.00 dan dibolak-balik sebanyak 2-3x. Lama penjemuran kurang lebih 4-5 ja/hari tergantung cuaca dan intensitas sinar matahari sampai menghasilkan pala kering dengan kadar air sekitar 15%.
 Penyimpanan
Jika tidak segera disuling, biji dna fuli kering tersebut dikemas dalam karung plastik dan ditutup rapat, kemudian disimpan dengan cara ditumpuk dalam gudnag yang tidak tembus cahaya, tidak lembab (suhu 20-30oC), dan letaknya jauh dari ketel suling. 


D.      KARAKTERISTIK DAN KEGUNAAN MINYAK ATSIRI PALA
1.      Karakteristik minyak pala
Minyak pala tidak berwarna sampai dengan kuning muda, berbau tajam, dan beraroma rempah. Komponen utama minyak pala adalah α-pinene, camphene, β-pinene, sabinene, myrcene, α-phellandrene, α-terpinene, γ-terpine, limonene, 1,8-ceniole, linalool, terpine-4-ol, safrole, methyl eugenol dan myristicin (Anonim 2008c).
Menurut Erowid dalam Sjahrul Bustaman (2008) minyak pala dengan formulasi C10H16 mempunyai sifat tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi, tetapi bila digunakan dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan pingsan karena kandungan myristicin yang tinggi mempunyai efek halusinasi seperti narkotik. Minyak pala dari fuli memiliki kadar myristicin lebih tinggi dibanding minyak pala dari biji. Bila minyak pala diproses lebih lanjut akan menghasilkan 84% trimyristin, suatu kristal beracun turunan dari safrole yang merupakan senyawa dari methylene dioxyphenyl dengan rumus kimia C45H86O6 biasanya digunakan untuk sabun, detergen, dan parfum.
Produksi minyak pala dunia  mencapai 300 t/tahun, terutama berasal dari Indonesia dan Sri Lanka dengan pasar utama (75%) Amerika Serikat. Minyak pala di beberapa negara Eropa berasal dari Grenada. Untuk mengukur senyawa yang ada pada minyak pala dilakukan proses fraksionasi dengan menggunakan kromatografi gas atau spektrofotometri massa.
Di dunia terdapat dua tipe minyak pala, yaitu minyak pala Indian Timur (East Indian) dan minyak pala Indian Barat (West Indian). Minyak pala Indonesia termasuk minyak pala Indian Timur. Minyak pala Indian Timur memiliki berat jenis 0,885– 0,915 g/ml dan larut dalam alkohol 90% (v/v) dengan perbandingan 1 bagian minyak dan 3 bagian alkohol. Minyak pala Indian Barat mempunyai berat jenis 0,86–0,88 g/ml dan larut dalam alkohol 90% (v/v) dengan perbandingan 1 bagian minyak dan 4 bagian alkohol (Anonim 2008b). Selain itu, minyak pala dari Indian Timur memiliki kandungan myristicin hingga 13,50%, sedangkan Indian Barat konsentrasi myristicin di bawah 1%. Minyak pala sebaiknya disimpan dalam kondisi dingin dan terlindung dari cahaya langsung.
Menurut Djasula Wangi Indonesia dalam Sjahrul Bustaman (2008), minyak pala Indonesia memiliki berat jenis (25oC) 0,847–0,919, rotasi optik +10oC hingga +30oC, indeks refraksi (25oC) 1,472–1,495, kandungan residu mudah menguap maksimum 60 mg (2,50%), minyak mineral negatif, minyak lemak negatif, dan larut dalam etanol 90% dengan perbandingan 1:3.

Tabel 2. Komposisi Minyak Pala (w/w%) dari beberapa negara
Senyawa
Grenada
Indonesia
Jamaika
α-pinene
13,20
26,50
19,90
β-pinene
8
15
18,80
Myrcene
3,40
3,70
4,70
α-phellandrene
0,70
0.90
1,60
α-terpinene
4,20
2
2,10
Limonene
4,40
3,60
4,80
P-cymene
0,80
0,60
<  0,10
Linalool
0,30
0,20
0,30
Terpine-4-ol
4,70
3
17,80
α-terpineol
0,30
0,60
0,40
Sumber : Simpson dan Jackson (2002).

Minyak pala yang diperoleh dari proses hidrodistilasi biji memperlihatkan karakteristik warna/fisik yang normal. Kandungan minyak biji tua dengan umur panen 7 bulan berkisar 7,95−11,92%. Secara umum, rata-rata kadar minyak pala tua adalah 11,69%. Biji pala muda, umur panen 3−5 bulan, mengandung minyak lebih banyak dibanding biji tua dengan umur panen lebih dari 7 bulan. Rata-rata kadar minyak pala Banda muda adalah 13,07%. Dibandingkan dengan biji pala, kadar minyak yang berasal dari fuli lebih tinggi, rata-rata 21%. kualitas ekspor berdasarkan persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI), seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Persyaratan Mutu Minyak Pala
No
Jenis Uji
Satuan
persyaratan
1.
Keadaan


a.        
Warna
-
Tidak berwarna-kuning pucat
b.       
Bau
-
Khas minyak pala
2.
Bobot jenis 20 0C/200C
-
0,880-0,910
3.
Indeks bias (nD20)
-
1,470-1,497
4.
Kelarutan dalam etanol 90% pada suhu 200C
-
1:3 jernih, seteerusnya jernih
5.
Putaran optik
-
(+) 8o – (-)25 o
6.
Sissa penguapan
%
Maksimum 2,0%
7.
Miristicin
%
Minimum 10
Sumber : SNI 06-2388-2006

2.      Pemanfaatan Minyak Pala
Pada zaman Rhumphius (tahun 1743), pengolahan lemak biji pala dilakukan di Kepulauan Banda. Namun, kini proses tersebut dilakukan di Eropa dan produknya diperdagangkan sebagai volatile oil of nutmeg untuk pembuatan minyak wangi, parfum, sabun, bahan pengolah gula, dan makanan. Selain itu, minyak pala dapat digunakan sebagai bahan baku industri minuman, obat-obatan, dan kosmetik. Lemak dan minyak atsiri dari fuli merupakan bahan penyedap masakan (saus), dan bahan pengawet makanan. Pemanfaatan lainnya adalah sebagai bahan campuran pada minuman ringan dan antimikroba atau bioinsektisida. Dalam sejarah pengobatan Cina dan Indian, minyak pala digunakan untuk pengobatan atau kesehatan manusia, antara lain untuk stimulus sistem jantung, pencernaan, diare, rematik, nyeri otot, batuk dan pernapasan, tekanan darah, sakit gigi, penghilangan racun dalam hati, dan rasa sakit saat menstruasi (Erowid 2001; Anonim 2008a; 2008c). Biji pala dan minyaknya juga banyak dimanfaatkan untuk bahan rempah, pewangi dupa, dan penyegar ruangan.

  1. METODE PENGAMBILAN MINYAK PALA
Minyak atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan persenyawaan padat yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya, larut dalam pelarut organik dan tidak larurt dalam air. Berdasarkan sifat tersebut, maka minyak atsiri dapat diekstraksi dengan 4 macam cara, yaitu :
1.      Penyulingan (Distillation)
Proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari 2 macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya, dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air. Jumlah air yang menguyap bersama-sama dengan uapair ditentukan oleh 3 faktor, yaitu besarnya tekanan uap yang digunakan, berat molekul dari masing-masing komponen dalam minyak, dan kecepatan minyak keluar dari bahan yang mengandung minyak.
Pada permulaan penyulingan, hasil sulingan sebagian besar terdiri dari komponen minyak yang bertitik didih rendah, selanjutnya disusul dengan komponen yang bertitik didih lebih tinggi dan pada saat mendekati akhir penyulingan jumlah minyak dalam hasil sulingan akan bertambah kecil. Proses penyulingan minyak dapat dipercepat dengan menaikkan suhu dan tekanan atau menggunakan sistim “superheated steam”.
Akan tetapi hal ini hanya dapat dilakukan terhadap minyak atsiri yang sukar mengalami dekomposisi pada suhu yang lebih tinggi. Ekstraksi minyak atsiri dengan cara penyulingan mempunyai beberapa kelemahan, yaitu :
  1. Tidak baik digunakan terhadap beberapa jenis minyak yang mengalami kerusakan oleh adanya panas dan air.
  2. Minyak atsiri yang mengandung fraksi ester akan terhidrolisa karena adanya air dan panas.
  3. Komponen minyak yang larut dalam air tidak dapat diekstrak.
  4. Komponen minyak yang bertitik didih tinggi yang menentukan bau wangi dan mempunyai daya fiksasi terhadap bau sebagian tidak ikut tersuling dan tetap tertinggal dalam bahan.
  5. Bau wangi minyak yang dihasilkan sedikit berubah dari bau wangi alamiah.
Dalam perkembangan pengolahan minyak atsiri telah dikenal 3 macam sistim penyulingan.
  1. Penyulingan dengan Air (Water distillation)
Pada sistim penyulingan dengan air, bahan yang akan disuling langsung kontak dengan air mendidih. Suatu keuntungan dari penggunaan sistim penyulingan ini adalah karena baik digunakan untuk menyuling bahan yang berbentuk tepung dan bunga-bungaan yang mudah membentuk gumpalan jika kena panas. Kelemahan dari cara penyulingan tersebut adalah karena tidak baik digunakan untuk bahan-bahan yang fraksi sabun, bahan yang larut dalam air dan bahan yang sedang disuling dapat hangus jika suhu tidak diawasi.
  1. Penyulingan dengan Air dan Uap (Water and Steam Distillation)
Pada sistim penyulingan ini, bahan diletakkan di atas piring yang berupa ayakan yang terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air dalam ketel penyuling. Kecepatan difusi uap melalui bahan dan keluarnya minyak dari sel kelenjar minyak ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
1)       Kepadatan bahan dalam ketel penyulingan
2)       Tekanan uap
3)       Berat jenis dan kadar air bahan
4)       Berat molekul dari komponen kimia dalam minyak.
Keuntungan dengan menggunakan sistim penyulingan tersebut adalah karena uap berpenetrasi secara merata kedalam jaringan bahan dan susu dapat dipertahankan sampai 100°C. Lama penyulingan relatif lebih singkat, rendemen minyak lebih besar dan mutunya lebih baik jika dibandingkan dengan minyak hasil dari sistim penyulingan dengan air.
  1. Penyulingan dengan Uap (Steam Distillation)
Pada sistim ini, air sebagai sumber uap panas terdapat dalam “boiler” yang letaknya terpisah dari ketel penyulingan. Uap yang dihasilkan mempunyai tekanan lebih tinggi dari tekanan udara luar. Penyulingan dengan uap sebaiknya dimulai dengan tekanan uap yang rendah (kurang lebih 1 atmosfir), kemudian secara berangsur-angsur tekanan uap dinaikkan menjadi kurang lebih 3 atmosfir. Jika permulaan penyulingan dilakukan pada tekanan tinggi,  maka komponen kimia dalam minyak akan mengalami dekomposisi. Jika minyak dalam bahan di anggap sudah habis tersuling, maka tekanan uap perlu diperbesar lagi yang bertujuan untuk menyuling komponen kimia yang bertitik didih tinggi.
Sistim penyulingan ini baik digunakan untuk mengekstraksi minyak dari biji-bijian, akar dan kayu-kayuan pada umnumnya mengandung komponen minyak yang bertitik didih tinggi, misalnya minyak cengkeh, kayu manis, akar wangi, “coriander”, sereh ,dan minyak “boise de rose”, “sassafras”, “cumin”, “Cedar wood”, kamfer, kayu putih, “pimento”, “eucalyptus” dan jenis minyak lainnya yang bertitik didih tinggi.
Sistim penyulingan ini tidak baik dilakukan terhadap bahan yang mengandung minyak atsriri yang mudah rusak oleh pemanasan dan air. Minyak yang dihasilkan dengan cara penyulingan, baunya akan sedikit berubah dari bau asli alamiah, terutama minyak atsiri yang berasal dari bunga-bungaan.

2.      Pressing
Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepressan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit luar yang dihasilkan dari tanaman yang termasuk famili citrus, karena minyak dari famili tanaman tersebut akan mengalami kerusakan jika diekstraksi dengan cara penyulingan. Karena tekanan pengepressan maka sel-sel yang mengandung minyak akan pecah dan minyak akan mengalir ke permukaan bahan. Beberapa jenis minyak yang dapat diekstrasi dengan cara pengepressan adalah minyak “almon”, “apricot”, “lemon”, minyak kulit jeruk, “mandarin”, “grape fruit”, dan beberapa jenis minyak lainnya.
3.      Ekstraksi dengan Pelarut Menguap (Solvent Extraction)
Prinsip dari ekstraksi ini adalah melarutkan minyak atsiri dalam bahan dengan pelarut organik yang mudah menguap. Proses ekstraksi biasanya dilakukan dalam suatu wadah (ketel) disebut “extractor”. Berbagai tipe extractor yang telah dikenal adalah “bonotto extractor”,”Kennedy extractor”,”Bollmann extractor”,“ De Smet extractor”, “Hilderbrandt extractor”, dan “ Carrousal exrtractor”.Ekstraksi dengan pelarut organik umumnya digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, seperti untuk mengekstrak minyak dari bunga-bungaan misalnya bunga cempaka, melati, mawar, “hyacinth”, “tuberose”, “narcissus”, “gardenis”, “lavender”, “lily”, “minose”, kenanga, “labdanum”,violet flower”, dan “geranium”.
4.      Ekstraksi dengan Lemak Padat
Proses ekstraksi ini digunakan khusus untuk mengekstraksi minyak bunga-bungaan, dalam rangka mendapatkan mutu dan rendemen minyak yang tinggi. Pada umumnya bunga setelah dipetik akan tetap hidup secara fisiologis. Daun bunga terus menjalankan proses hidupnya dan tetap memproduksi minyak atsiri dan minyak ytang terbentuk dalam bunga akan menguap dalam waktu singkat.
Kegiatan bunga dalam memproduksi minyak akan terhenti dan mati jika kena panas, kontak atau terendam dalam pelarut organik. Dengan demikian pelarut hanya dapat mengekstraksi minyak yang terdapat dalam sel bunga yang terbentuk pada saat bahan tersebut kontak dengan pelarut, sedangkan minyak atsiri yang teebentuk sebelumnya sebagian besar telah menguap. Dengan demikian ekstraksi menggunakamn pelarut menguap menghasilkan rendemen minyak yang rendah.
Untuk mendapatkan rendemen minyak yang lebih tinggi dan mutu yang baik, maka selama proses ekstraksi berlangsung perlu dijaga agar proses fisiologi dalam bunga tetap berlangsung dalam waktu selama mungkin, sehingga bunga tetap dapat memproduksi minyak atsiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi minyak bunga menggunakan lemak hewani atau nabati.
            Metode yang sering digunakan untuk memproduksi minyak pala adalah distilasi air atau distilasi uap.

  1. Nilai Ekonomi dan Pasar Minyak Atsiri
Minyak pala memiliki memiliki prospek yang sangat tinggi dan sangat menjanjikan. Selain harganya terus meningkat, permintaan minyak pala atau nutmeg oil di pasar dunia juga semakin banyak. Menurut Ketua Forum Pala Aceh, Dr Mustafril, harga minyak pala sekarang ini mencapai Rp975 ribu/kg. Sedangkan kebutuhan minyak pala dunia mencapai 40 ton/bulan. Minyak pala dibutuhkan perusahaan parfum maupun farmasi di negara maju, seperti di kawasan Eropa. Indonesia memasok hampir 32 ton minyak pala dunia per bulan. Aceh merupakan pemasok minyak pala terbesar di Indonesia, mencapai 28 ton per bulan.
Minyak pala adalah komoditi yang prospektif bukan hanya di level nasional bahkan tingkat dunia. Harganya tidak menunjukkan kecenderungan turun, bahkan selama 35 terakhir ini harganya menunjukkan kecenderungan terus meningkat. Pada 2013 ini, harganya meningkat secara tajam dan tercatat sebagai harga yang paling tinggi selama lebih dari tiga dasawarsa terakhir.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Proses Sentrifugasi (Pemutaran) pada Produksi Gula dari Tebu dan Raw Sugar

Proses Sentrifugasi Stasiun pemutaran (Sentrifugasi) adalah stasiun lanjutan dari stasiun kristalisasi. Setelah masakan dingin proses selanjutnya adalah pemisahan, proses pemisahan ini dilakukan dengan gaya sentrifugal. Sentrifugal merupakan mesin pemutar yang digunakan untuk memisahkan kristal gula dari larutannya. Proses pemutaran bertujuan untuk memisahkan antara kristal gula dengan larutan yang melapisinya. Dalam pemisahan ini dapat menghasilkan diantaranya gula, larutan (klare atau stroop) dan tetes. Proses sentrifugasi (pemutaran) LGF A adalah proses pemisahan kristal gula A dan molasses A,  alat yang digunakan adalah sentrifugal LGF yang mempunyai kecepatan putar sekitar 2000 rpm,  sehingga dapat memisahkan gula A dan  A-molasses dengan gaya sentrifugal tersebut. LGF B digunakan untuk memisahkan hasil kristalisasi pada Pan B yang menghasilkan B-magma yang digunakan untuk bibit pada Pan A dan B-molases.  Proses pemutaran (sentrifugasi) pada akhir produksi, memisahk

Minyak goreng apa yang mempunyai titik beku terendah?

Minyak goreng yang mempunyai titik beku rendah bisa ditentukan dengan 2 hal yaitu Minyak goreng yang mempunyai Iodine Value (IV) tinggi dan Cloud Point (CP) rendah sehingga membeku pada suhu yang cukup rendah.  Untuk mendapatkan minyak dengan Iodine value tinggi dan Cloud point rendah diperlukan tahapan proses fraksinasi berkali-kali atau biasa disebut tahapan penyaringan yang dalam beberapa minyak goreng dengan kualitas bagus dilakukan dua kali penyaringan. Dua kali penyaringan ini dalam prosesnya yaitu: Tahapan penyaringan pertama dari minyak kelapa sawit yang dimurnikan menjadi minyak  crude palm oil (CPO), kemudian dilanjutkan tahapan penyaringan kedua yaitu proses refinery, pada proses refinery tahapan prosesnya yaitu:  1. Degumming yang berfungsi menghilangkan gum dari minyak CPO,  2. Bleaching, kandungan karoten yang tinggi dalam minyak sawit menyebabkan warna minyak sawit mentah (CPO) berwarna kemerahan, sehingga perlu dikurangi kadar karotennya sehingga minyak

Perbedaan Pati dan Selulosa

Pada dasarnya, pati dan selulosa adalah dua jenis karbohidrat yang umum ditemukan dalam dunia biologi. Walaupun keduanya terdiri dari rantai glukosa, ada beberapa perbedaan yang signifikan antara pati dan selulosa. Mari kita bahas perbedaan antara keduanya. PATI                                           Pati, suatu polisakarida simpanan pada tumbuhan, adalah suatu polimer yang secara keseluruhan terdiri atas monomer-monomer glukosa. Sebagian besar monomer-monomer ini dihubungkan dengan ikatan 1-4 (C no.1 dengan C no. 4) seperti unit glukosa dalam maltosa. Sudut ikatan in i membuat polimer tersebut berbentuk heliks. Bentuk pati yang paling sederhana adalah amilosa, yang rantainya tidak bercabang. Amilopektin, suatu bentuk pati yang lebih kompleks, adalah polimer bercabang dengan ikatan 1-6 pada titik percabangan tumbuhan menumpuk pati sebagai granul atau butiran di dalam struktur seluler yang disebut plastid, termasuk kloroplas. Dengan cara mensintesis pati, tumbuhan dapat me