Detergen Bubuk Padat
Bentuk butiran detergen bubuk padat, semua bagian butirannya terisi penuh oleh padatan sehingga tidak berongga.
Butiran detergen padat ini merupakan hasil olahan proses pencampuran kering (dry mixing).
Proses dry mixing dapat dibagi menjadi dua, yaitu dry mixing granulation (DMG process) dan simple dry mixing (CKS Campur Kering Sederhana). Untuk metode CKS ini mudah dipraktekkan.
Kelebihan detergen bubuk padat ini adalah untuk membuatnya tidak diperlukan modal besar karena alatnya termasuk sederhana.
Kekurangannya adalah karena bentuknya padat maka volumenya tidak besar sehingga jumlahnya terlihat sedikit dibandingkan dengan detergen bubuk berongga.
Bahan baku untuk pembuatan detergen bubuk terdiri dari beberapa jenis, yaitu
1. bahan aktif
Bahan aktif merupakan bahan inti dari detergen sehingga bahan ini harus ada dalam proses pembuatan detergen. Secara kimia bahan ini dapat berupa sodium lauryl sulfonate (SLS). Beberapa nama dagang dari bahan aktif ini di antaranya Luthensol, Emal, dan Neopelex (NP). Secara fungsionalbahan aktif ini mempunyai andil dalam meningkatkan daya bersih. Ciri dari bahan aktif adalah busanya sangat banyak.
2. bahan pengisi
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku detergen hanyalah untuk tujuan komersial. Biasanya yang digunakan sebagai bahan pengisi adalah sodium sulfat, tetra sodium pyrophospate, dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
3. bahan penunjang
Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash yang berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam campuran tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengakibatkan panas ditangan pada detergen pada saat dipakai. Bahan penunjang lain adalah STPP yang menimbulkan efek positif, yaitu air limbahnya dapat menyuburkan tanaman.
4. bahan tambahan (aditif)
Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam pembuatan detergen bubuk. Namun demikian, beberapa produsen justru selalu menemukan inovasi tentang zat aditif ini yang membuat produknya mempunyai ke khas an tersendiri. Dengan demikian, keberadaan bahan aditif ini dapat meningkatkan nilai jual produk detergen bubuk tersebut. Salah satu contoh dari bahan aditif adalah CMC. Bahan ini berbentuk serbuk putih dan berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian disebut “antiredeposisi”.
5. bahan pewangi
Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang peranan besar untuk menarik konsumen pada produk detergen bubuk ini. Parfum untuk detergen berbentuk cairan berwarna kekuningan dengan berat jenis 0,9.
6. antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan detergen bubuk untuk mesin cuci. Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa yang berlebihan. Presentase keberadaan senyawa ini dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04 - 0,06%.
Bentuk butiran detergen bubuk padat, semua bagian butirannya terisi penuh oleh padatan sehingga tidak berongga.
Butiran detergen padat ini merupakan hasil olahan proses pencampuran kering (dry mixing).
Proses dry mixing dapat dibagi menjadi dua, yaitu dry mixing granulation (DMG process) dan simple dry mixing (CKS Campur Kering Sederhana). Untuk metode CKS ini mudah dipraktekkan.
Kelebihan detergen bubuk padat ini adalah untuk membuatnya tidak diperlukan modal besar karena alatnya termasuk sederhana.
Kekurangannya adalah karena bentuknya padat maka volumenya tidak besar sehingga jumlahnya terlihat sedikit dibandingkan dengan detergen bubuk berongga.
Bahan baku untuk pembuatan detergen bubuk terdiri dari beberapa jenis, yaitu
1. bahan aktif
Bahan aktif merupakan bahan inti dari detergen sehingga bahan ini harus ada dalam proses pembuatan detergen. Secara kimia bahan ini dapat berupa sodium lauryl sulfonate (SLS). Beberapa nama dagang dari bahan aktif ini di antaranya Luthensol, Emal, dan Neopelex (NP). Secara fungsionalbahan aktif ini mempunyai andil dalam meningkatkan daya bersih. Ciri dari bahan aktif adalah busanya sangat banyak.
2. bahan pengisi
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku detergen hanyalah untuk tujuan komersial. Biasanya yang digunakan sebagai bahan pengisi adalah sodium sulfat, tetra sodium pyrophospate, dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
3. bahan penunjang
Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash yang berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam campuran tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengakibatkan panas ditangan pada detergen pada saat dipakai. Bahan penunjang lain adalah STPP yang menimbulkan efek positif, yaitu air limbahnya dapat menyuburkan tanaman.
4. bahan tambahan (aditif)
Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam pembuatan detergen bubuk. Namun demikian, beberapa produsen justru selalu menemukan inovasi tentang zat aditif ini yang membuat produknya mempunyai ke khas an tersendiri. Dengan demikian, keberadaan bahan aditif ini dapat meningkatkan nilai jual produk detergen bubuk tersebut. Salah satu contoh dari bahan aditif adalah CMC. Bahan ini berbentuk serbuk putih dan berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian disebut “antiredeposisi”.
5. bahan pewangi
Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang peranan besar untuk menarik konsumen pada produk detergen bubuk ini. Parfum untuk detergen berbentuk cairan berwarna kekuningan dengan berat jenis 0,9.
6. antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan detergen bubuk untuk mesin cuci. Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa yang berlebihan. Presentase keberadaan senyawa ini dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04 - 0,06%.
Comments
Post a Comment