Sekilas Tanaman Jahe
1. Sejarah
Singkat Jahe
Jahe
merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari
Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa
ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama
sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Jahe termasuk
dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya
seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa),
kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferiagalanga), lengkuas (Languas
galanga) dan lain-lain. Daerah jahe antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo),
bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae
(Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dsb. Dari
India, jahe dibawa sebagai rempah perdagangan hingga Asia Tenggara,
Tiongkok, Jepang, hingga Timur Tengah. Kemudian pada zaman
kolonialisme, jahe yang bisa memberikan rasa hangat dan pedas pada makanan
segera menjadi komoditas yang populer di Eropa.
Karena
jahe hanya bisa bertahan hidup di daerah tropis, penanamannya hanya
bisadilakukan di daerah katulistiwa dengan curah hujan 2500-4000 mm per tahun,
pada suhu 25-35°C seperi Asia Tenggara, Brasil, dan Afrika. Saat ini Equador dan
Brasil menjadi pemasok jahe terbesar di dunia.
2. Deskripsi
Jahe
Jahe
tergolong tanaman herba, tegak, dapat mencapai ketinggian 40 – 600 cm dan dapat
berumur tahunan. Batangnya berupa batang semu yang tersusun dari helaian daun
yang pipih memanjang dengan ujung lancip. Bunganya terdiri dari tandan bunga
yang berbentuk kerucut dengan kelopak berwarna putih kekuningan. Akarnya sering
disebut rimpang jahe berbau harum dan berasa pedas. Rimpang bercabang tak
teratur, berserat kasar, menjalar mendatar. Bagian dalam berwarna kuning pucat.
Rhizoma (rimpang) adalah batang yang tumbuh dalam tanah dan dipanen setelah
berumur 9-11 bulan. Rhizoma dapat bercabang, dengan panjang sekitar 7-15 cm,
lebar 3-6 cm dan tebal 1-2 cm. Berdasar ukuran, bentuk, dan warna umbi akarnya
digolongkan menjadi 3 klon yaitu jahe besar, putih kecil, dan jahe merah.
Tabel
1. Sifat fisik kimia minyak jahe dari berbagai jenis
Umbi
jahe dapat dipanen, jika warna berubah dari warna hijau menjadi kuning, dan
setelah berbunga, biasanya setelah berumur 9-10 tahun. Tetapi, jahe juga
dipanen saat umur 4-6 bulan untuk pembuatan manisan.
Berdasar
penelitian yang pernah dilakukan di Fakultas Teknologi UGM, ternyata tingkat
umur dan pengupasan kulit mempengaruhi mutu minyak dan oleoresin jahe.
Tabel 2. kadar
minyak jahe dan oleoresin dalam rimpang jahe
Tingkat
kematangan umbi jahe
|
Minyak
atsiri (%)
|
Oleoresin
(%)
|
|||||
segar
|
jemur
|
oven
|
Segar
|
Jemur
|
oven
|
||
Tua
-dikupas
-tidak
|
2,75
2,21
|
2,41
1,94
|
2,25
1,93
|
11,03
7,14
|
13,42
11,65
|
14,84
13,27
|
|
Setengah
tua
-dikupas
-tidak
|
3,45
2,87
|
2,69
2,40
|
2,66
2,38
|
12,96
11,11
|
15,68
14,15
|
16,30
14,34
|
|
Muda
-dikupas
-tidak
|
4,09
8,53
|
3,56
3,04
|
3,18
3,03
|
19,99
17,20
|
20,98
17,48
|
21,86
17,78
|
Di
pasaran, berdasar tingkat kesegarannya dikenal 2 macam tipe jahe yaitu jahe
segar yang digunakan sebagai kembang gula jahe dan jahe kering yang sering
diperdagangkan sebagai rempah-rempah untuk pembuatan oleoresin dan minyak jahe.
Grade jahe dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama scraped (dirajang atau
tanpa dilamur) dan coated ( dilamur). Scraped adalah mutu jahe dimana lapisan
korteksnya telah dipisahkan dan diproduksi di Jamaika. Dan coated jika lapisan
luar jahe tidak dipisahkan.
Untuk
penyimpanan dan pengawetan jahe, banyak dilakukan dengan berbagai cara.
Misalnya, umbi jahe direbus dalam larutan kapur 10% selama 3 menit pada 100°C
dan yang dihasilkan jahe pucat agak putih. Perendaman dalam larutan kapur akan
mempermudah penguapan kulit luar sedangkan perendaman dalam larutan alkali
mengakibatkan kulit luarnya dapat terpisah sendiri. Setelah perendaman, dicuci
bersih dan dikeringkan. Susut berat umbi jahe selama pengeringan sekitar 70% dari
berat segar. Jahe kering yang bermutu baik mempunyai kadar air tidak lebih dari
10% sedangkan jahe kering yang bermutu rendah berkadar 25%.
Tabel
3. Syarat Mutu Jahe Kering (Sesuai SNI 01-3393-1994)
Karakteristik
|
Syarat
umum
|
Pengujian
|
Bau
dan rasa
|
Khas
|
organoleptik
|
Kadar
air maksimum (%)
|
12,0
|
SP-SMP-7-1975
(ISO R 939-1969 (E))
|
Kadar
Minyak ar,(ml/100g),min
|
1,5
|
SP-SMP-37-1975
|
Kadar
abu, % (bobot/bobot), maks
|
8,0
|
SP-SMP-35-1975
(ISO R 929-1969 (E))
|
Berjamur
dan berserangga
|
Tidak
ada
|
Organoleptik
|
Benda
asing,%(bobot/bobot), maks
|
2,0
|
SP-SMP-32-1975
(ISO R 937-1969 (E))
|
Penelitian modern telah menganalisis
secara ilmiah manfaat jahe, antara lain:
a. Menurunkan
tekanan darah
b. Potease
dan lipase membantu pencernaan
c. Gingerol
bersifat antikoagulan
d. Mencegah
mual, meringankan kram perut, dan membantu mengeluarkan angin
e. Mengandung
antioksidan
3. Komponen
Utama
Secara
umum, rimpang jahe mengandung minyak atsiri, pati, resin, asam-asam organic,
asam malat, asam oksalat, dan gingerol. Sifat khas jahe disebabkan adanya
minyak atsiri dan oleoresin jahe. Aroma harum jahe disebabkan oleh minyak
atsiri, sedangkan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas. Minyak atsiri dapat diperoleh atau diisolasi
dengan destilasi uap dari rhizoma jahe kering. Ekstrak minyak jahe berbentuk
cairan kental berwarna kehijauan sampai kuning, berbau harum tetapi tidak
memiliki komponen pembentuk rasa pedas. Kandungan minyak atsiri dalam jahe
kering sekitar 1 – 3 persen. Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan
bau harum adalah zingiberen dan zingiberol.
Tabel
4. Komposisi kimia minyak jahe berdasarkan analisa dengan kromatografi gas
Sumber
: DickesNicholas (1976)
Zingiberin
(C15H24) adalah senyawa paling utama dalam minyak jahe. Senyawa ini
memiliki titik didih 34°C pada tekanan 44 mm, dengan berat jenis pada 20°C
adalah 0,8684. Indeks biasnya 1,4956 dan putaran optic 73038’ pada suhu 20°C.
Selama penyimpanan zingiberence akan mengalami resinifikasi. Sementara
zingiberol merupakan seskwiterpen alcohol (C15H26O) yang menyebabkan aroma khas
pada minyak jahe.
RUMUS BANGUN
ZINGIBEREN (C15H24)
CH3
|
CH CH2
CH3 CH CH
CH2 CH C
CH CH3
CH
C
CH3 CH3
5R)-2-Metil-5-[(2S)-6-metilhept-5-en-2-il]sikloheksa-1,3-diena
Sifat Rumus
molekul C15H24
- Massa
molar 204,35 g/mol
- Densitas 0,8713
g/cm3 pada 20°C Titik didih
- Titik
didih 134-135°C pada 15 Torr
RUMUS BANGUN
ZINGEROL
OH CH3
| |
C6H3-CH2-CH2-CO-CH2-CH-(CH2)n-CH3
|
H3CO
Pengambilan Minyak Atsiri Jahe
Pengambilan
minyak atsiri dari jahe ada beberapa cara, diantaranya dengan penyulingan,
ekstraksi, maserasi, dan MAE (microwave assisted extraction).
1. Penyulingan
a.
Penyulingan
dengan air : Bahan yang akan di suling berkontak langsung dengan air yang
mendidih. Bahan ini dapat mengapung atau tenggelam, tergantung berat
jenis bahan dan jumlah bahan yang akan di sulig dan di masukkan kedalam ketel.
Pemanasannya dapat dilakukan dengan menggunakan pemanasan langsung, mantel uap,
ataupun pipa uap dalam spiral terbuka atau berlubang. Kecepatan penyulingan
dapat di atur melalui intensitas apinya, juga harus sesuai dengan keadaan alat
dan bahan yang akan di suling. diusahakan ada penambahan air untuk menjaga agar
bahan tidak terlalu panas dan pengisian bahan tidak terlalu penuh.
b.
Penyulingan
dengan air dan uap: Bahan olahan diletakkan di atas rak-rak atau saringan
berlubang. Ketel sulingnya di isi air hingga tidak berada jauh di bawah
sarigan. Pemanasan air dapat dilakukan dengan uap jenuh yang basah dengan
bertekanan rendah jika bahannya dalam jumlah yang banyak. Keuntungan alat ini
adalah uap selalu dalam keadaan panas, jenuh, dan tidak panas. Dengan demikian
penggunaan alat ini lebih unggul, dilihat dari penggunaan bahan bakar yang
sedikit. Akan tetapi proses penyulingan lebih lama. Dalam beberapa keadaan,
tekanan uap yang rendah akan menghasilkan minyak
atsiri berkualitas baik.
c.
Penyulingan
dengan uap: Penyuingan dengan uap ini prinsipnya sama dengan penyulingan air
dan uap. Perbedaan air tidak dimasukkan dalam ketel penyulingan. Uap
yang digunakan adalah uap jenuh atau uap yang kelewat panas pada
tekanan di atas 1 atm. Uap dialirkan melalui pipa uap spiral berlubang yang
terletak dibagian bawah bahan. Kemudian uap bergerak keatas melalui bahan yang
ada disaringan. Penyulingan ini merupakan yang terbaik di bandingkan kedua
jenis penyulingan tadi, jika ditinjau dari segi biaya, kecepatan penyulingan,
kapasitas minyak yang dihasilkan.
Adapun alat-alat penyulingan terdiri
dari:
1.
Ketel
Suling (retor), berfungsi sebagai wadah air dan atau uap untuk mengadakan
kontak dengan bahan serta untuk menguapkan minyak atsiri.
2.
Pendingin (kondensor), berfungsi untuk
mengubah seluruh uap air dan uap minyak menjadi fase cair. Kondensor terdiri
dari 4 tipe, yaitu : kondensor kisi, kondensor pipa lurus, kondensor berpilin,
kondensor tubular.
3.
Penampung
hasil kondensasi (receiver) yang berupa alat pemisah minyak (decanter) yang
berfungsi untuk memisahkan minyak dari air suling (condesed water), dimana air
suling tersebut akan terpisah secara otomatis dari minyak atsiri.
4.
Ketel uap berfungsi sebagai sumber penghasil
uap.
Kelemahan – kelemahan Metode Penyulingan:
Kelemahan – kelemahan Metode Penyulingan:
1.
Penyulingan
dengan uap air atau air mendidih yang relatif lama cenderung merusak komponen
minyak karena proses hidrolisasi, polimerisasi, dan resinifikasi.
2.
Komponen
minyak yang bertitik didih tinggi, khususnya yang larut dalam air tidak dapat
diangkut oleh uap air sehingga rendemen minyak yang dihasilkan lebih
rendah.
3.
Komponen
tertentu dapat terurai di dalam air suling dan tidak dapat diperoleh kembali.
2.
Ekstraksi
Alat ekstraksi atau ekstraktor
menghasilkan bentuk minyak atsiri dari bahan yang di ekstraksi. Ada
2 cara mengekstraksi yaitu mengekstraksi dengan lemak dingin, dan ekstraksi
dengan menguap. Untuk mengekstaksi jahe menjadi oleoresin
biasanya menggunakan cara dengan pelarut menguap. Alat ekstaksi ini umunya
tersusun atas tangki air, ketel uap, kondensor, serta bangunan ekstraksi yang
terdiri atas alat penyuling dan beberapa tabung.
Bahan pelarut dialirkan secara
terus-menerus melalui suatu penampang kedalam tabung berisi bahan. Teknik yang
digunakan adalah teknik arus berlawanan sampai ekstraksi selesai. Cairan
ekstrak disalurkan ke dalam tabung hampa udara dan dipanaskan pada suhu
tertentu untuk menguapkan pelarut dalam ekstrak. Uap pelarut yang timbul
dialirkan dalam kondensor untuk mencairkan kembali pelarutnya, sedangkan unsur-
unsur yang tertinggal dalam tabung merupakan unsur tumbuhan yang bersifat lilin
padat yang biasa disebut concrete. Concrete ini sebenarnya sudah meerupakan
oleoresin, tetapi masih kasar sehingga masih perlu dilakukan ekstraksi ulang
dengan mencampurkan pelarut dalam concrete.
Ekstrak ini dipanaskan pada suhu
tertentu antara 30-400°C untuk memperoleh oleoresin absolute hasil pada
ekstraksi kedua masih perlu diekstraksi lagi pada suhu 300°C dengan menambahkan
pelarut alkohol. Walaupun sudah dilakukan ekstraksi sebanyak 3 kali terhadap
bubuk jahe oleoresin masih belum juga murni. Oleoresin ini masih mengandung
pelarut, yang dapat merepotkan dalam menentukan kulitasnya, dan inilah
kelemahannya.
Oleoresin jahe Adalah hasil
pengolahan lebih lanjut dari tepung jahe. Bentuknya berupa cairan cokelat
dengan kandungan minyak asiri 15 hingga 35%.
3.
Maserasi
Maserasi
merupakan proses perendaman sampel bahan menggunakan pelarut organik pada
temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan
alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding
dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel, sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut
organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman
yang dilakukan.
Pemilihan
pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifatas yang tinggi dengan
memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam bahan tersebut. Secara umum,
pelarut metanol adalah yang sering digunakan karena dapat melarutkan seluruh
golongan metabolit sekunder.
Kelemahan
dari proses ini adalah tidak bisa bila diaplikasikan pada sekala industri,
jikapun diaplikasikan tidak efektif karena biaya yang mahal, membutuhkan banyak
pelarut organik yang harganya tidak murah.
4. Microwave Assisted
Extraction (MAE)
MAE
merupakan teknik untuk mengekstraksi bahan-bahan terlarut di dalam bahan
tanaman dengan bantuan energi microwave. Teknik ini dapat diterapkan baik pada
fasa cair yakni cairan digunakan sebagai pelarut maupun fasa gas yakni gas
sebagai media pengekstrak. Proses ekstraksi fasa cair didasarkan pada prinsip
perbedaan kemampuan menyerap energi microwave pada masing-masing senyawa yang
terkandung di dalam bahan tanaman. Parameter yang biasa digunakan untuk
mengukur sifat fisik ini disebut sebagai konstanta dielektrik. Teknik MAE juga
tergantung pada konstanta dielektrik dari pelarut yang digunakan.
Dewasa
ini, teknologi mikrowave tidak hanya diaplikasikan pada pengolahan bahan
makanan. Salah satu aplikasi yang saat ini sedang banyak dikaji adalah untuk
isolasi minyak atsiri dari bahan tanaman menggantikan teknologi konvensional
seperti distilasi uap (hydrodistillation), ekstraksi dengan lemak (enfleurage),
dan ekstraksi pelarut (solvent extraction) (Guenther, 1948). Keuntungan proses
ini terutama adalah kecepatan waktu untuk mengisolasi seluruh minyak atsiri
dibandingkan proses-proses sebelumnya.
Beberapa
penelitian yang telah dilakukan mengenai penggunaan MAE antara lain,
pengambilan senyawa polyphenol dan caffein dari daun teh (Pandan Niu, 2003),
pengambilan saponin dari chestnut (Kerem, 2005) dan pengambilan minyak lada
hitam (Ramanadhan,2005). Berdasarkan berbagai penelitian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa MAE memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan teknologi
konvensional seperti distilasi uap (hydrodistillation), ekstraksi dengan lemak
(enfleurage), dan ekstraksi pelarut (solvent extraction) Teori Mikrowave Daerah
gelombang mikro pada spektrumelektromagnetik terletak di antara radiasi infra
merah dan frekuensi radio dengan panjang gelombang 1 cm - 1 m dan frekuensi 30
GHz – 300 MHz. Pada oven microwave komersial biasanya digunakan frekuensi 2450
MHz dengan panjang gelombang 12cm. Meskipun pada oven microwave terdapat
lubang-lubang berdiameter kecil di sisinya, gelombang mikro tersebut tidak akan
mampu melewatinya selama diameter lubang tersebut masih jauh di bawah panjang
gelombangnya. Oleh sebab itu kemungkinan lolosnya energi ke lingkungan menjadi
sangat kecil.Gelombang mikro dihasilkan dari dua medan perpendicullar yang
berosilasi misalnya medan listrik dan medan magnet. Pada proses pemanasan konvensional
yang tergantung pada fenomena konveksi dan konduksi biasanya sebagian besar panas hilang ke
lingkungan. Sedangkan pada proses Microwave Assisted Extraction (MAE), proses
pamanasan terjadi dengan target yang spesifik dan cara yang spesifik, sehingga
tidak ada panas yang hilang ke lingkungan, karena proses pemanasan berlangsung
dalam sistem yang tertutup. Mekanisme pemanasan yang unik dapat dengan
signifikan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk proses ekstraksi (biasanya
kurang dari 30 menit), terutama dibandingkan dengan proses menggunakan sohklet.
Pada
dasarnya mikrowave terbagi menjadi empat komponen dasar, yakni:
1. Generator mikrowave: magnetron, komponen yang
menghasilkan energi gelombang mikro
2. Pengarah gelombang (wave guide), komponen ini
akan mempropagasi gelombang mikro dari sumbernya ke cavity mikrowave
3. Aplikator, merupakan ruangan bagi umpan
4. Sirkulator, komponen ini akan memyebabkan gelombang
mikro akan bergerak hanya ke arah depan
Prinsip
pemanasan menggunakan gelombang mikro adalah bedasarkan tumbukan langsung dengan material polar atau
solvent dan diatur oleh dua fenomena yaitu konduksi ionik dan rotasi dipol.
Dalam sebagian besar kasus, kedua fenomena tersebut berjalan secara simultan.
Konduksi ionik mengacu pada migrasi elektrophoretik ion dalam pengaruh perubahan
medan listrik. Resistansi yang ditimbulkan oleh larutan terhadap proses migrasi
ion menghasilkan friksi yang akan memanaskan larutan. Rotasi dipole merupakan
pengaturan kembali dipole-dipole molekul akibat medan listrik yang terus
berubah dengan cepat. Proses pemanasan hanya akan terpengaruh pada frekuensi
2450 MHz. Komponen elektrik gelombang berubah 4-9 104 kali perdetik. Oven
microwave bekerja dengan melewatkan radiasi gelombang mikro pada molekul air,
lemak, maupun gula yang sering terdapat pada bahan makanan. Molekul-molekul ini
akan menyerap energi elektromagnetik tersebut. Proses penyerapan energi ini
disebut sebagai pemanasan dielektrik (dielectric heating). Molekul-molekul pada
makanan bersifat elektrik dipol (electric dipoles), artinya molekul tersebut
memiliki muatan negatif pada satu sisi dan muatan positif pada sisi yang lain.
Akibatnya, dengan kehadiran medan elektrik yang berubah-ubah yang diinduksikan
melalui gelombang mikro pada masing-masing sisi akan berputar untuk saling
mensejajarkan diri satu sama lain. Pergerakan molekul ini akan menciptakan
panas seiring dengan timbulnya gesekan antara molekul yang satu dengan molekul
lainnya. Energi panas yang dihasilkan oleh peristiwa inilah yang berfungsi
sebagai agen pemanasan bahanmakanan di dalam dapur oven microwave. Dari
penjelasan di atas, pemanasan menggunakan microwave melibatkan tiga kali konversi energi, yaitu
konversi energi listrik menjadi energi elektromagnetik, konversi energi
elektromagnetik menjadi energi kinetik, dan konversi energi kinetik menjadi
energi panas. Proses pemanasan menggunakan microwave berlangsung mulai dari
luar permukaan bahan. Selanjutnya pemanasan akan berlangsung secara konduksi
sehingga bagian dalam bahanpun akan turut terpanaskan. Point kunci yang menjdikan energi gelombang
mikro menjadi alternatif yang menarik guna menggantikan proses pemanasan
konvensional adalah bahwa pada proses pemanasan konvensional, proses pemanasan
terjadi melalui gradien panas, sedangkan pada pemanasan menggunakan gelombang
mikro (microwave), pemanasan terjadi melalui interaksi langsung antara material
dengan gelombang mikro. Perbedaan profil temperature pada pemanasan
konvensional dan pemanasan menggunakan gelombang mikro disajikan. Hal tersebut
mengakibatkan transfer energi berlangsung lebih cepat, dan berpotensi
meningkatkan kualitas produk. Dan itulah
salah satu keunggulan MAE dibanding cara lain.
Daftar
pustaka
Ketaren,
S. 1985: “Pengantar Teknologi Minyak Atsiri” PN Balai Pustaka.,Jakarta
Clark,
D. E., and Sutton, W. H,1996, ”Microwave processing of materials’’ Annual
Reviews Mater. Sci. 26, 299-331
Weerachai
Phutdhawong,’’ Microwave-Assisted Isolation of Essential oil of Cinnamomum
iners Reinw. ex Bl.: Comparison with Conventional Hydrodistillation ‘’,
Molecules Journal
Comments
Post a Comment