Skip to main content

MINYAK KAYU PUTIH

Tanaman kayu putih (melaleuce leucadendron Linn) banyak terdapat di daerah asia tenggara dan India Timur. Di Indonesia tumbuh secara liar seperti belukar dan banyak terdapat di kepulauan Maluku. Tanaman kayu putih yang terdapat di pulau Buru dan Seram tumbuh dalam hutan sekunder dengan tinggi 30-40 cm. Tanaman kayu putih ini juga telah dicoba penanamannya di pulau Jawa yaitu pada daerah Ponorogo dan Madiun dengan menanamnya pada daerah hutan jati yang tanahnya tidak baik lagi untuk jati. Penanaman pada hutan jati karena tanaman tersebut masih tumbuh pada daerah yang tandus.
Pada tahun 1942, tanaman kayu putih disebarkan ke daerah Gunung Kidul, Yogyakarta dan pada tahun 1964 juga ditanam di Jawa Barat., yang meliputi daerah Cikampek, Majalengka, dan Indramayu.
Sebelum perang dunia II, minyak kayu putih Indonesia, terutama yang berasal dari pulau Buru, banyak diekspor keluar negeri. Pada saat itu setiap tahun jumlah minyak kayu putih sekitar 100 ton dan yang diekspor mencapai kira-kira 70 ton pertahun.
Ekspor minyak kayu putih terutama ditujukan ke Singapura yang kemudian meneruskan sebagian besar minyak itu ke Siam, India, Eropa, Amerika Serikat.
Tanaman Kayu Putih
varietas
Kayu putih termasuk ke dalam famili Myrtaceae dan ordo myrtale. Beberapa spesies yang sudah diketahui dapat menghasilkan minyak kayu putih dan sudah diusahakan secara komersil adalah melaleuca leucodendron, M. Cajuputi Roxb dan M. Viridiflora Corn.
Pohon kayu putih terdapat secara alami di daerah Asia Tenggara, yang tumbuh di dataran rendah atau rawa tetapi jarang ditemukan di daerah pegunungan. Tanaman kayu putih yang tumbuh di rawa-rawa mempunyai komposisi kimia yang berbeda dengan yang terdapat pada dataran rendah. Tanaman yang tumbuh di rawa-rawa mempunyai kadar sineol yang rendah, bahkan ada yang tidak mengandung sineol, sehingga tanaman kayu putih yang tumbuh di rawa-rawa tidak memiliki nilai ekonomi.
Tanah
Tanah tempat tumbuh dari pohon kayu putih mempunyai persyaratan ringan. Tanaman ini dapat tumbuh pada tanah yang tandus yang tanaman lain tidak dapat tumbuhdengan baik misalnya dapat tumbuh di daerah bekas hutan jati.
Tanaman kayu putih dapat tumbuh di daerah yang mengandung air garam, angin bertiup kencang, kering dan berhawa sejuk. Dengan kondisi seperti di atas maka tanaman ini dapat juga ditanam di daerah pantai dan pegunungan.
Karena dapat tumbuh di daerah yang tandus, maka penanaman kayu putih selain untuk mendapatkan minyaknya, juga digunakan untuk mencegah erosi pada tanah yang gundul.
Di Indonesia tanaman kayu putih tumbuh di Maluku (pulau Buru, Seram, Nusalaut, Ambon) dan Sumatera Selatan (sepanjang sungai Musi, Palembang), Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya. Di daerah tersebut tanaman kayu putih tumbuh secara alami, sedangkan tanaman yang diusahakan terdapat di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Penanaman
Tanaman kayu putih di Indonesia pada umumnya masih berupa tanaman liar, yaitu sehabis bercocok tanam, tanah bekas pertanian ditingggalkan begitu saja, sehingga jenis tanaman liar dapat leluasa tumbuh. Salah satu tanaman liar itu adalah kayu putih yang tumbuh dari akar-akar pohon di pinggir ladang.
Tanaman-tanaman liar ini biasanya dimusnahkan oleh petani dengan cara membakar dengan api. Tanaman lain seperti alang-alang akan mati akibat dari pembakaran ini namun kayu putih tetap tumbuh terus karena mempunyai kulit tebal sehingga tahan terhadap api.
Tanaman kayu putih dapat berkembang biak dengan akarnya. Di pulau Jawa tanaman kayu putih telah dibiakkan dengan cara menanam bijinya. Penanaman dengan biji ini sudah diusahakan di daerah bekas hutan jati, seperti di Ponorogo, Madiun, Kediri Selatan dan Gunung Kidul.
Tanaman kayu putih mempunyai ketinggian antara 30-40m dan kadang-kadamg mencapai 12m.
Pemanenan
Tanaman kayu putih dapat diambil daunnya setelah berumur empat tahun, kemudian panen berikutnya dapat dilakukan tiap enam bulan sekali. Tiap Ha tanaman kayu putih menghasilkan 2 ton daun segar tiap tahun.
pemanenan daun kayu putih dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Dengan cara pemetikan sistem urut dan 2. Dengan cara rimbas. Cara pemetikan sistem urut dilakukan dengan cara dipotong menggunakan alat, seperti sabit kecil khusus untuk daun-daun yang sudah cukup umur. Cara ini menjadi kurang praktis, karena pemetik harus memilih daun satu per satu. Sedangkan cara pemetikan daun yang sering dipakai adalah cara rimbas, yaitu dengan memangkas daun kayu putih yang berumur 5 tahun keatas dengan ketinggian 5 meter. Setelah satu tahun pemangkasan ketika tanaman sudah memiliki daun yang lebat, tanaman kayu putih siap untuk dipanen kembali dengan sistem rimbas. Sistem pemanenan daun kayu putih seperti ini banyak dilakukan oleh pabrik minyak kayu putih karena lebih efisien baik secara waktu dan biaya. Tetapi akibat penggunaan sistem pemangkasan rimbas ini, banyak daun kayu putih yang terkumpul secara berlebih sebelum daun tersebut selesai semua untuk disuling. Sehingga tidak jarang daun kayu putih yang sudah dipetik harus disimpan di gudang terlebih dahulu. Menurut Sunanto (2003), penyimpanan daun kayu putih akan berpengaruh terhadap kualitas minyak kayu putih dan cenderung negatif. Oleh karena itu penyimpanan daun kayu putih sebelum penyulingan menjadi suatu faktor yang penting dalam proses pengolahan daun kayu putih.
Penyimpanan Daun Kayu putih
Penyimpanan daun kayu putih biasa dilakukan pada daun yang telah dipetik yang belum diproses untuk diambil minyaknya. Selain itu, penyimpanan juga dilakukan biasanya karena stok atau jumlah daun kayu putih yang terlalu banyak dipanen sehingga tidak bisa sekaligus disuling untuk diambil minyaknya. Berdasarkan hasil survei di Pabrik Minyak Kayu Putih Jatimunggul, penyimpanan daun kayu putih dilakukan dengan selang interval 1 hari sampai 3 hari dan belum termasuk waktu pengangkutan daun dari hutan menuju pabrik. Menurut Amrullah (2011), Penyimpanan dilakukan dengan menebarkan daun kayu putih di atas lantai yang kering atau di atas alas dengan ketebalan atau ketinggian daun yang ditebar kurang lebih sekitar 20 cm. Penyimpanan ini dilakukan pada kondisi suhu kamar dan sirkulasi udara terbatas. Dalam penyimpanan ini, daun kayu putih tidak boleh disimpan dalam karung atau trash bag karena akan mengakibatkan minyak yang dihasilkan berbau kurang enak dan kadar sineol dalam minyak kayu putih yang dihasilkan menjadi rendah. Penyimpanan daun kayu putih dilakukan maksimal selama satu minggu karena jika terlalu lama penyimpanan akan mengakibatkan mutu dan rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan akan kurang bagus (Sumadiwangsa 1976).
Menurut Sudarti dan Warasti (1979), menyebutkan bahwa penyimpan daun lebih dari 2 hari akan mengakibatkan penurunan nilai rendemen dan mutu minyak kayu putih. Kerusakan minyak kayu putih akibat penyimpanan terutama terjadi karena proses hidrolisis yang disebabkan meningkatnya suhu pada daun ketika penyimpanan daun kayu putih dan pendamaran komponen-komponen yang terdapat di dalam daun kayu putih. Pengaruh hidrolisis dan pendamaran ini dapat dicegah dan dikurangi dengan menyimpan daun kayu putih di tempat yang kering dan mempersingkat waktu penyimpanan (Amrullah 2011)
Potensi dan Produksi
Dengan potensi tiap Ha sebanyak 2 ton daun pertahun (dengan rendemen minyak rata-rata 0,8 persen) maka satu tahun maka satu tahun dapat dihasilkan 16 kg minyak kayu putih atau 18 liter minyak kayu putih per Ha/tahun dengan berat jenis 0,9 gram/mL. Daerah hutan kayu putih luasnya 606.609 Ha, sehingga potensi minyak sekitar 11 juta liter dalam satu tahun. Minyak kayu putih merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang banyak digunakan untuk bahan berbagai produk kesehatan atau farmasi sehingga minyak kayu putih menjadi produk yang banyak dicari. Kebutuhan minyak kayu putih saat ini semakin meningkat dengan semakin berkembangnya variasi dari pemanfaatan minyak kayu putih. Menurut Sumadiwangsa (1976), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi minyak kayu putih, yaitu : 1. Pengisian daun, 2. Varietas pohon kayu putih, 3. Penyimpanan daun, 4. Teknik penyulingan dan 5. Umur daun. Faktor-faktor inilah yang diduga berpengaruh terhadap rendemen dan mutu minyak kayu putih yang dihasilkan di pabrik minyak kayu putih di Indonesia sehingga menyebabkan penurunan nilai produksi minyak kayu putih. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan nilai rendemen dan mutu minyak kayu putih yang ada di Indonesia.
Penyulingan
Penyulingan daun kayu putih untuk mendapatkan minyak kayu putih menggunakan prinsip yang didasarkan kepada sifat minyak atsiri yang dapat menguap jika dialiri dengan uap air panas. Uap yang dialirkan akan membawa minyak atsiri yang ada di daun kayu putih dan ketika uap tersebut bersentuhan dengan media yang dingin maka akan terjadi perubahan menjadi embun sehingga akan diperoleh air dan minyak dalam keadaan terpisah (Sumadiwangsa & Silitonga 1977). Penyulingan daun kayu putih untuk mendapatkan minyak kayu putih dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan cara rebus, cara kukus dan dengan cara menggunakan uap langsung. Penyulingan dengan cara rebus atau kohobasi merupakan cara yang paling sederhana dan murah untuk dilakukan. Pada penyulingan dengan cara rebus atau kohobasi daun kayu putih dan air dicampur dalam satu ketel atau tangki sehingga lebih mudah untuk diterapkan bagi pengusaha dengan modal kecil seperti di Maluku. Proses penyulingan dengan cara ini memiliki kelemahan, yaitu daun yang dekat dengan api atau berada di bagian bawah akan lebih cepat hangus, sedangkan suhu dan tekanan tidak bisa diatur (Sumadiwangsa & Silitonga 1977).
Kedua, model penyulingan dengan cara kukus, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak atau saringan berlubang dan pada bagian bawah saringan tersebut diisi dengan air. Ciri khas dari metode penyulingan kukus ini berupa uap yang selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap yang disalurkan dari lubang-lubang pada saringan dan bahan tidak berhubungan dengan air panas (Lutony & Rahmayati 1994).
Cara penyulingan yang ketiga, yaitu dengan menggunakan uap langsung, cara ini banyak dilakukan di pabrik minyak kayu putih (PMKP). Pada penyulingan dengan cara menggunakan uap langsung terjadi proses pengangkutan minyak atsiri dari dalam bahan bersamaan dengan uap panas yang ditiupkan secara langsung. Pada metode ini mirip dengan metode kukus tetapi air tidak diisikan pada ketel penyulingan. Uap yang digunakan merupakan uap jenuh atau uap berlebih panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap panas yang dihasilkan dari boiler dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori yang terletak di bawah bahan dan uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan di dalam tangki atau ketel penyulingan. Dari ketiga jenis metode penyulingan di atas tidak ada perbedaan yang mendasar, tetapi dalam praktiknya akan memberikan hasil yang berbeda bahkan kadang-kadang perbedaan ini sangat berarti karena dipengaruhi reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama berlangsungnya penyulingan (Guenther 1987). Beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah minyak yang menguap bersama-sama uap air, yaitu : 1. Besarnya tekanan uap yang digunakan, 2. Berat molekul dari masing-masing komponen dalam minyak dan 3. Kecepatan minyak yang keluar dari bahan (Satyadiwiria 1979)
Setelah perang dunia II di pulau Buru terdapat sekitar 600 unit penyuling kecil. Ketel yang digunakan biasanya berukuran tinggi 3,5 kaki, yang terbuat dari lembaran besi atau tembaga yang dipanasi langsung dengan api. Bagian tutup ketel dan bagian kondenser juga sering terbuat dari tembaga. Daun yang masih segar diisikan kedalam ketel, kemudian ditambahkan air, selanjutnya disuling. Rendemen minyak yang dihasilkan sekitar satu persen. Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan rendemen dan mutu minyak kayu putih, yaitu :
1. Dengan memanipulasi sumber bahan baku seperti mencari sumber bibit kayu putih yang unggul, umur daun dan perlakuan bahan baku sebelum penyulingan,
2. Dengan memanipulasi teknologi pengolahan seperti dengan menggunakan sistem penyulingan yang lebih baik dan
3. Dengan memberikan perlakuan pada minyak kayu putih yang telah disuling seperti pemurnian minyak kayu putih.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan rendemen dan mutu minyak kayu putih adalah dengan memberikan perlakuan pada daun kayu putih yang terpaksa harus dilakukan penyimpanan sebelum penyulingan dan memberikan perlakuan ketika penyulingan, yaitu dengan meningkatkan volume air penyulingan. Dari hasil penelitian Sumarni et al. (2008), menyatakan bahwa dengan menggunakan volume air penyulingan yang lebih besar pada penyulingan bahan untuk memperoleh minyak atsiri maka akan menghasilkan minyak atsiri yang lebih besar juga.



Tabel 1. Rendemen minyak kayu putih dengan sistem penyulingan air dan uap
Lama penyulingan (jam)
Rendemen (%V/W)
3
6
9
1,65
1,96
9,13

Penyulingan daun tanpa ranting, menghasilkan rendemen minyak yang lebih tinggi, dan putaran optik yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil penyulingan ranting.

Tabel 2. Penyulingan daun minyak kayu putih dengan ranting dan tanpa ranting
Karakteristik
Daun tanpa ranting
Daun dengan ranting
Rendemen %
Kadar sineol %
Bobot jenis
Putaran optik
Indeks bias
Kelarutan dalam etanol 80 %
0,8
56,5
0,894-0,920
-3°24’
1,467
1:1 larut
0,7
56,5
0,894-0,920
-2°26’
1,467
1:1 larut

Warna minyak
Pada jaman dahulu, minyak kayu putih yang dihasilkan berwarna hijau, dan beberapa tahun kemudian para pedagang berpendapat bahwa warna hijau mempengaruhi kemurnian minyak. Warna hijau disebabkan oleh adanya klorofil atau ion tembaga dalam minyak. Warna hijau yang disebabkan oleh tembaga yang bereaksi dengan komponen asam alifatis dalam minyak kayu putih dapat dipisahkan dengan menambahkan larutan asam tatrat. Namun jika warna hijau disebabkan oleh klorofil atau persenyawaan organik lainnya, maka warna tersebut dapat dipucatkan dengan menggunakan arang aktif. Proses rektifikasi pada minyak juga dapat mengurangi intensitas warna.
Minyak kayu putih yang disimpan dalam drum besi yang dilapisi seng, warnanya akan berubah dari hijau menjadi kuning setelah disimpan selama 2-3 bulan. Hal ini disebabkan karena pertukaran ion tembaga dalam minyak dengan ion zinc (seng) dari dinding bagian dalam drum.


Komposisi kimia
Komponen kimia utama minyak kayu putih dengan rumus molekul C10H18O komponen tersebut dikenal dengan nama bermacam-macam seperti “Cajuput hydrate”, “Cajuputol”, “Cajeputol”.
Tabel 3. Komposisi utama minyak kayu putih
Komponen
Rumus molekul
Titik didih (°C)
Sineol
Terpineol
Pinene
Benzyldehyde
Limonene
Sesquiterpene
C10H18O
C10H17OH
C10H18
C6H5
C10H16
C15H25
174-177
218
156-160
179,9
175-176
230-277
   
Sifat Fisik
Minyak kayu putih yang kasar berwarna biru sampai hijau. Sedang minyak kayu putih yang telah dimurnikan berwarna kuning sampai tidak berwarna, dan berwarna, berbau seperti kamfer.
Sifat Kimia
Sifat kimia minyak kayu putih terutama ditentukan oleh komponen sineol yang merupakan komponen utama dalam minyak kayu putih. Minyak kayu putih dapat larut dalam alkohol, ester dan  benzil benzoat, sedikit larut dalam minyak mineral dan tidak larut dalam gliserin.
Standar mutu minyak kayu putih
Tabel 4 Standar mutu minyak kayu putih (SNI 06-3954-2006)
Jenis uji
persyaratan
Keadaan
Warna
Bau
Bobot jenis
Indeks bias
Putaran optic
Kandungan sineol
-
Jernih sampai kuning kehijauan
khas kayu putih
0,900 - 0,930
1:1 sampai 1:10 jernih
-4° s/d 0°
50-65
Sumber : BSN (Badan standardisasi Indonesia) (2006).
Manfaat Tanaman Kayu Putih
Tanaman kayu putih telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk berbagai keperluan. Kayu putih merupakan tanaman yang mempunyai manfaat beragam dan sudah dari sejak dulu dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai bahan untuk mengatasi berbagai macam gangguan kesehatan. Pemanfaatan tanaman kayu putih ini, telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia sebelum adanya teknologi. Daun kayu putih digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau pembekakan akibat gigitan serangga. Daun kayu putih juga diekstrak atau dikeringkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan ramuan penambah stamina. Selain itu, tanaman kayu putih pada saat ini mulai banyak ditanam disekitar pekarangan rumah sebagai pengusir nyamuk karena aromanya yang khas (Handita 2011).

Minyak kayu putih ini memiliki banyak manfaat, minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan daun kayu putih berkhasiat sebagai obat gosok kulit, insektisida dan bahan aroma terapi. Aroma dari minyak kayu putih sangat khas dan minyak ini memberikan rasa yang hangat jika dioleskan pada kulit. Oleh karena itu, pemanfaatan minyak kayu putih terbesar dilakukan di industri farmasi, khususnya sebagai bahan obat gosok kulit, sebagai bahan pengusir serangga dan sebagai obat penghangat tubuh (Kardinan 2005). Lebih lanjut lagi minyak kayu putih juga memiliki banyak manfaat sebagai obat gosok untuk mengurangi pembengkakan maupun rasa gatal karena gigitan serangga, sakit gigi, sakit kepala, pegal-pegal, otot kram, perut kembung, luka memar, hingga untuk campuran obat batuk. Sejumlah penelitian juga membuktikan, tanaman ini berkhasiat diaforetik atau peluruh keringat, analgesik atau pereda nyeri, desinfektan atau pembunuh kuman, ekspektoran atau peluruh dahak dan antispasmodik atau pereda nyeri perut (Handita 2011).

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Pati dan Selulosa

Pada dasarnya, pati dan selulosa adalah dua jenis karbohidrat yang umum ditemukan dalam dunia biologi. Walaupun keduanya terdiri dari rantai glukosa, ada beberapa perbedaan yang signifikan antara pati dan selulosa. Mari kita bahas perbedaan antara keduanya. PATI                                           Pati, suatu polisakarida simpanan pada tumbuhan, adalah suatu polimer yang secara keseluruhan terdiri atas monomer-monomer glukosa. Sebagian besar monomer-monomer ini dihubungkan dengan ikatan 1-4 (C no.1 dengan C no. 4) seperti unit glukosa dalam maltosa. Sudut ikatan in i membuat polimer tersebut berbentuk heliks. Bentuk pati yang paling sederhana adalah amilosa, yang rantainya tidak bercabang. Amilopektin, suatu bentuk pati yang lebih kompleks, adalah polimer bercabang dengan ikatan 1-6 pada titik percabangan tumbuhan menumpuk pati sebagai granul atau butiran di dalam struktur seluler yang disebut plastid, termasuk kloroplas. Dengan cara mensintesis pati, tumbuhan dapat me

Proses Sentrifugasi (Pemutaran) pada Produksi Gula dari Tebu dan Raw Sugar

Proses Sentrifugasi Stasiun pemutaran (Sentrifugasi) adalah stasiun lanjutan dari stasiun kristalisasi. Setelah masakan dingin proses selanjutnya adalah pemisahan, proses pemisahan ini dilakukan dengan gaya sentrifugal. Sentrifugal merupakan mesin pemutar yang digunakan untuk memisahkan kristal gula dari larutannya. Proses pemutaran bertujuan untuk memisahkan antara kristal gula dengan larutan yang melapisinya. Dalam pemisahan ini dapat menghasilkan diantaranya gula, larutan (klare atau stroop) dan tetes. Proses sentrifugasi (pemutaran) LGF A adalah proses pemisahan kristal gula A dan molasses A,  alat yang digunakan adalah sentrifugal LGF yang mempunyai kecepatan putar sekitar 2000 rpm,  sehingga dapat memisahkan gula A dan  A-molasses dengan gaya sentrifugal tersebut. LGF B digunakan untuk memisahkan hasil kristalisasi pada Pan B yang menghasilkan B-magma yang digunakan untuk bibit pada Pan A dan B-molases.  Proses pemutaran (sentrifugasi) pada akhir produksi, memisahk

Minyak goreng apa yang mempunyai titik beku terendah?

Minyak goreng yang mempunyai titik beku rendah bisa ditentukan dengan 2 hal yaitu Minyak goreng yang mempunyai Iodine Value (IV) tinggi dan Cloud Point (CP) rendah sehingga membeku pada suhu yang cukup rendah.  Untuk mendapatkan minyak dengan Iodine value tinggi dan Cloud point rendah diperlukan tahapan proses fraksinasi berkali-kali atau biasa disebut tahapan penyaringan yang dalam beberapa minyak goreng dengan kualitas bagus dilakukan dua kali penyaringan. Dua kali penyaringan ini dalam prosesnya yaitu: Tahapan penyaringan pertama dari minyak kelapa sawit yang dimurnikan menjadi minyak  crude palm oil (CPO), kemudian dilanjutkan tahapan penyaringan kedua yaitu proses refinery, pada proses refinery tahapan prosesnya yaitu:  1. Degumming yang berfungsi menghilangkan gum dari minyak CPO,  2. Bleaching, kandungan karoten yang tinggi dalam minyak sawit menyebabkan warna minyak sawit mentah (CPO) berwarna kemerahan, sehingga perlu dikurangi kadar karotennya sehingga minyak