A. TANAMAN PALA
Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) adalah
tanaman asli Indonesia yang berasal dari pulau Banda. Tanaman ini merupakan
tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman
pala tumbuh dengan baik di daerah tropis, selain di Indonesia terdapat pula di
Amerika, Asia dan Afrika. Pala termasuk famili Myristicaceae yang terdiri atas
15 genus (marga) dan 250 species (jenis). Dari 15 marga tersebut 5 marga di
antaranya berada di daerah tropis Amerika, 6 marga di tropis Afrika dan 4 marga
di tropis Asia.Tanaman pala merupakan tumbuhan berbatang sedang dengan tinggi
mencapai 18 m, memiliki daun berbentuk bulat telur atau lonjong yang selalu
hijau sepanjang tahun. Pohon pala dapat tumbuh di daerah tropis pada ketinggian
di bawah 700 m dari permukaan laut, beriklim lembab dan panas, curah hujan
2.000-3.500 mm tanpa mengalami periode musim kering secara nyata. Daerah
penghasil utama pala di Indonesia adalah Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara,
Sumatra Barat, Nanggroe Aceh Darusalam, Jawa Barat dan Papua.Pala dikenal
sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan multiguna karena setiap
bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli dan
minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam industri makanan dan
minuman. Minyak yang berasal dari biji, fuli, dan daun banyak digunakan untuk
industri obat-obatan, parfum dan kosmetik. Buah pala berbentuk bulat berkulit
kuning jika sudah tua, berdaging putih. Bijinya berkulit tipis agak keras
berwarna hitam kecokelatan yang dibungkus fuli berwarna merah padam. Isi
bijinya putih, bila dikeringkan menjadi kecokelatan gelap dengan aroma khas.
Buah pala terdiri atas daging buah (77,8%), fuli (4 %), tempurung (5,1%) dan
biji (13,1%). Secara komersial biji pala dan fuli (mace) merupakan bagian
terpenting dari buah pala dan dapat dibuat menjadi berbagai produk antara lain
minyak atsiri dan oleoresin. Produk lain yang mungkin dibuat dari biji pala
adalah mentega pala yaitu trimiristin yang dapat digunakan untuk minyak makan
dan industri kosmetik. Daging buah pala dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi
manisan, asinan, dodol, selai, anggur dan sari buah (sirup) pala. Pala
merupakan salah satu komoditas ekspor yang penting karena Indonesia merupakan
negara pengekspor biji dan fuli pala terbesar yaitu memasok sekitar 60%
kebutuhan pala dunia. Selain sebagai komoditas ekspor, kebutuhan dalam negeri
juga cukup tinggi. Produksi pala Indonesia sekitar 19,9 ribu ton per tahun.
Luas areal tanaman pala semakin meningkat dari tahun ke tahun dan pada tahun
2005 mencapai 68.691 ha.
B.
KOMPOSISI KIMIA PALA
Pada biji dan fuli buah pala terdiri dari komponen
penyusun yaitu, minyak atsiri, minyak lemak, protein, selulosa, pentosan, pati,
resin, dan mineral-mineral. Jumlah masing-masing komponen penyusun dipengaruhi
oleh klon, mutu, lama penyimpanan, dan tempat tumbuhnya. Pada biji pala utuh,
kandungan minyak yang terkandung bervariasi dari 25% hingga 40%. Sedangkan pada
fuli, persentase kandungan minyaknya antara 20 % sampai 30%. Untuk perbandingan
komposisi kimia buah pala dapat dilihat pada tabel 1
komposisi kimia buah pala dari Banda.
Tabel 1. Komposisi Komia
Buah Pala dari Banda (%)
Komponen
|
Daging Buah
|
Fuli
|
Biji
|
|||
Basah
|
Kering
|
Basah
|
Kering
|
Basah
|
Kering
|
|
Air
|
89
|
17,4
|
54
|
17,6
|
41
|
12,9
|
Lemak
|
-
|
-
|
10,4
|
18,6
|
23,3
|
34,4
|
Minyak atsiri
|
1,1
|
8,5
|
2,9
|
5,2
|
1,7
|
2,5
|
Gula
|
-
|
-
|
1,1
|
1,9
|
1,0
|
1,5
|
Komponen mengandung N
|
-
|
-
|
3,0
|
5,2
|
4,1
|
5,1
|
Komponen bebas N
|
-
|
-
|
27,7
|
49,5
|
27,3
|
40,4
|
Abu
|
0,7
|
5,7
|
0,9
|
1,6
|
1,5
|
2,2
|
Sumber :
Jense dalam Nanan Nurdjannah (2007)
Setiap 100 g daging buah
pala mengandung air sekitar 10 g, protein 7 g, lemak 33 g, minyak yang menguap
(minyak atsiri) dengan komponen utama monoterpen hidrokarbon (61 – 88% seperti alpha
pinene, beta pinene, sabinene), asam monoterpenes (5 – 15%), aromatik
eter (2-18% seperti myristicin, elemicin, safrole).
C.
MINYAK ATSIRI PALA
Minyak atsiri pala dapat diperoleh dari penyulingan biji pala,
sedangkan minyak fuli dari penyulingan fuli pala. Minyak atsiri dari biji pala
maupun fuli mempunyai susunan kimiawi dan warna yang sama. Minyak fuli baunya
lebih tajam daripada minyak biji pala. Rendemen minyak biji pala berkisar
antara 2-15% (rata-rata 12%), sedangkan minyak fuli antara 7-18% (rata-rata
11%). Bahan baku biji dan fuli pala yang digunakan biasanya berasal dari biji
pala muda dan biji pala tua yang rusak (pecah). Rendemen dan mutu minyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu pra
panen dan pasca panen. Faktor pra panen meliputi jenis (varietas) tanaman, cara
budidaya, waktu dan cara panen. Faktor pascapanen meliputi cara penanganan
bahan, cara penyulingan, pengemasan dan transportasi. Biji pala yang akan
disuling minyaknya sebaiknya dipetik pada saat menjelang terbentuknya tempurung
yaitu berusia sekitar 4-5 bulan. Pada umur tersebut warna fuli masih
keputih-putihan dan daging buahnya masih lunak. Fuli yang tua dan sudah merah
warnanya, kandungan minyak atsirinya relatif rendah dan dimanfaatkan untuk
ekspor (Somaatmaja, dalam Nurdjannah. 2007). Penyulingan dapat dilakukan
dengan cara penyulingan uap pada tekanan rendah, sedangkan penyulingan dengan
tekanan tinggi dapat menyebabkan terbawanya minyak lemak sehingga akan
menurunkan mutu minyak atsiri (Guenther dalam Nurdjannah 2007).
Penanganan pasca panen yang dilakukan antara lain
Grading, Penjemuran, dan Penyimpanan.
Grading
Biji basah biasanya masih mengandung fuli sehingga perlu
dipisahkan dari bijinya terlebih dahulu sebelum dijemur, karena perbedaan kadar
minyak antara kedua bahan tersebut. Komposisi bahan yang disuling terdiri dari
90 % biji campuran dan 10% fuli.
Penjemuran
Biji dan fuli pala basah yang telah dipisah, selanjutnya
dikeringkan di atas lantai penjemur yang sebaiknya diberi alas tikar, bambu
anyam atau tikar plastik. Penjemuran dilakukan dari jam 09.00-14.00 dan
dibolak-balik sebanyak 2-3x. Lama penjemuran kurang lebih 4-5 ja/hari
tergantung cuaca dan intensitas sinar matahari sampai menghasilkan pala kering
dengan kadar air sekitar 15%.
Penyimpanan
Jika tidak segera disuling, biji dna fuli kering tersebut
dikemas dalam karung plastik dan ditutup rapat, kemudian disimpan dengan cara
ditumpuk dalam gudnag yang tidak tembus cahaya, tidak lembab (suhu 20-30oC),
dan letaknya jauh dari ketel suling.
D.
KARAKTERISTIK DAN KEGUNAAN MINYAK ATSIRI PALA
1.
Karakteristik minyak pala
Minyak pala tidak berwarna sampai dengan kuning muda, berbau tajam, dan
beraroma rempah. Komponen utama minyak pala adalah α-pinene, camphene,
β-pinene, sabinene, myrcene, α-phellandrene, α-terpinene, γ-terpine, limonene,
1,8-ceniole, linalool, terpine-4-ol, safrole, methyl eugenol dan myristicin
(Anonim 2008c).
Menurut Erowid dalam Sjahrul Bustaman (2008) minyak pala dengan formulasi
C10H16 mempunyai sifat tidak beracun dan tidak
menyebabkan iritasi, tetapi bila digunakan dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan
pingsan karena kandungan myristicin yang tinggi mempunyai efek halusinasi
seperti narkotik. Minyak pala dari fuli memiliki kadar myristicin lebih tinggi
dibanding minyak pala dari biji. Bila minyak pala diproses lebih lanjut akan menghasilkan
84% trimyristin, suatu kristal beracun turunan dari safrole yang merupakan
senyawa dari methylene dioxyphenyl dengan rumus kimia C45H86O6
biasanya digunakan untuk sabun, detergen, dan parfum.
Produksi minyak pala dunia
mencapai 300 t/tahun, terutama berasal dari Indonesia dan Sri Lanka
dengan pasar utama (75%) Amerika Serikat. Minyak pala di beberapa negara Eropa
berasal dari Grenada. Untuk mengukur senyawa yang ada pada minyak pala
dilakukan proses fraksionasi dengan menggunakan kromatografi gas atau
spektrofotometri massa.
Di dunia terdapat dua tipe minyak pala, yaitu minyak pala Indian Timur
(East Indian) dan minyak pala Indian Barat (West Indian). Minyak pala Indonesia
termasuk minyak pala Indian Timur. Minyak pala Indian Timur memiliki berat
jenis 0,885– 0,915 g/ml dan larut dalam alkohol 90% (v/v) dengan perbandingan 1
bagian minyak dan 3 bagian alkohol. Minyak pala Indian Barat mempunyai berat
jenis 0,86–0,88 g/ml dan larut dalam alkohol 90% (v/v) dengan perbandingan 1
bagian minyak dan 4 bagian alkohol (Anonim 2008b). Selain itu, minyak pala dari
Indian Timur memiliki kandungan myristicin hingga 13,50%, sedangkan Indian
Barat konsentrasi myristicin di bawah 1%. Minyak pala sebaiknya disimpan dalam
kondisi dingin dan terlindung dari cahaya langsung.
Menurut Djasula Wangi Indonesia dalam Sjahrul Bustaman (2008), minyak
pala Indonesia memiliki berat jenis (25oC) 0,847–0,919, rotasi optik
+10oC hingga +30oC, indeks refraksi (25oC)
1,472–1,495, kandungan residu mudah menguap maksimum 60 mg (2,50%), minyak
mineral negatif, minyak lemak negatif, dan larut dalam etanol 90% dengan
perbandingan 1:3.
Tabel 2. Komposisi Minyak Pala (w/w%) dari beberapa negara
Senyawa
|
Grenada
|
Indonesia
|
Jamaika
|
α-pinene
|
13,20
|
26,50
|
19,90
|
β-pinene
|
8
|
15
|
18,80
|
Myrcene
|
3,40
|
3,70
|
4,70
|
α-phellandrene
|
0,70
|
0.90
|
1,60
|
α-terpinene
|
4,20
|
2
|
2,10
|
Limonene
|
4,40
|
3,60
|
4,80
|
P-cymene
|
0,80
|
0,60
|
< 0,10
|
Linalool
|
0,30
|
0,20
|
0,30
|
Terpine-4-ol
|
4,70
|
3
|
17,80
|
α-terpineol
|
0,30
|
0,60
|
0,40
|
Sumber : Simpson dan Jackson (2002).
Minyak pala
yang diperoleh dari proses hidrodistilasi biji memperlihatkan karakteristik
warna/fisik yang normal. Kandungan minyak biji tua dengan umur panen 7 bulan
berkisar 7,95−11,92%. Secara umum, rata-rata kadar minyak pala tua adalah
11,69%. Biji pala muda, umur panen 3−5 bulan, mengandung minyak lebih banyak
dibanding biji tua dengan umur panen lebih dari 7 bulan. Rata-rata kadar minyak
pala Banda muda adalah 13,07%. Dibandingkan dengan biji pala, kadar minyak yang
berasal dari fuli lebih tinggi, rata-rata 21%. kualitas ekspor berdasarkan
persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI), seperti pada Tabel 3.
Tabel 3.
Persyaratan Mutu Minyak Pala
No
|
Jenis
Uji
|
Satuan
|
persyaratan
|
1.
|
Keadaan
|
||
a.
|
Warna
|
-
|
Tidak
berwarna-kuning pucat
|
b.
|
Bau
|
-
|
Khas
minyak pala
|
2.
|
Bobot
jenis 20 0C/200C
|
-
|
0,880-0,910
|
3.
|
Indeks
bias (nD20)
|
-
|
1,470-1,497
|
4.
|
Kelarutan
dalam etanol 90% pada suhu 200C
|
-
|
1:3
jernih, seteerusnya jernih
|
5.
|
Putaran
optik
|
-
|
(+)
8o – (-)25 o
|
6.
|
Sissa
penguapan
|
%
|
Maksimum
2,0%
|
7.
|
Miristicin
|
%
|
Minimum
10
|
Sumber : SNI 06-2388-2006
2.
Pemanfaatan Minyak Pala
Pada zaman Rhumphius (tahun 1743), pengolahan lemak biji pala dilakukan
di Kepulauan Banda. Namun, kini proses tersebut dilakukan di Eropa dan
produknya diperdagangkan sebagai volatile oil of nutmeg untuk pembuatan minyak
wangi, parfum, sabun, bahan pengolah gula, dan makanan. Selain itu, minyak pala
dapat digunakan sebagai bahan baku industri minuman, obat-obatan, dan kosmetik.
Lemak dan minyak atsiri dari fuli merupakan bahan penyedap masakan (saus), dan
bahan pengawet makanan. Pemanfaatan lainnya adalah sebagai bahan campuran pada
minuman ringan dan antimikroba atau bioinsektisida. Dalam sejarah pengobatan
Cina dan Indian, minyak pala digunakan untuk pengobatan atau kesehatan manusia,
antara lain untuk stimulus sistem jantung, pencernaan, diare, rematik, nyeri
otot, batuk dan pernapasan, tekanan darah, sakit gigi, penghilangan racun dalam
hati, dan rasa sakit saat menstruasi (Erowid 2001; Anonim 2008a; 2008c). Biji
pala dan minyaknya juga banyak dimanfaatkan untuk bahan rempah, pewangi dupa,
dan penyegar ruangan.
- METODE PENGAMBILAN
MINYAK PALA
Minyak atsiri adalah zat cair yang mudah
menguap bercampur dengan persenyawaan padat yang berbeda dalam hal komposisi
dan titik cairnya, larut dalam pelarut organik dan tidak larurt dalam air.
Berdasarkan sifat tersebut, maka minyak atsiri dapat diekstraksi dengan 4 macam
cara, yaitu :
1. Penyulingan (Distillation)
Proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari 2 macam
campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya, dan proses ini
dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air. Jumlah air yang
menguyap bersama-sama dengan uapair ditentukan oleh 3 faktor, yaitu besarnya
tekanan uap yang digunakan, berat molekul dari masing-masing komponen dalam
minyak, dan kecepatan minyak keluar dari bahan yang mengandung minyak.
Pada permulaan penyulingan, hasil sulingan sebagian besar terdiri dari
komponen minyak yang bertitik didih rendah, selanjutnya disusul dengan komponen
yang bertitik didih lebih tinggi dan pada saat mendekati akhir penyulingan
jumlah minyak dalam hasil sulingan akan bertambah kecil. Proses penyulingan
minyak dapat dipercepat dengan menaikkan suhu dan tekanan atau menggunakan
sistim “superheated steam”.
Akan tetapi hal ini hanya dapat dilakukan terhadap minyak atsiri yang sukar
mengalami dekomposisi pada suhu yang lebih tinggi. Ekstraksi minyak atsiri
dengan cara penyulingan mempunyai beberapa kelemahan, yaitu :
- Tidak baik digunakan terhadap beberapa jenis
minyak yang mengalami kerusakan oleh adanya panas dan air.
- Minyak atsiri yang mengandung fraksi ester akan
terhidrolisa karena adanya air dan panas.
- Komponen minyak yang larut dalam air tidak dapat
diekstrak.
- Komponen minyak yang bertitik didih tinggi yang
menentukan bau wangi dan mempunyai daya fiksasi terhadap bau sebagian
tidak ikut tersuling dan tetap tertinggal dalam bahan.
- Bau wangi minyak yang dihasilkan sedikit berubah
dari bau wangi alamiah.
Dalam perkembangan pengolahan minyak atsiri telah dikenal 3 macam sistim
penyulingan.
- Penyulingan
dengan Air (Water distillation)
Pada sistim penyulingan dengan air, bahan yang akan disuling langsung
kontak dengan air mendidih. Suatu keuntungan dari penggunaan sistim penyulingan
ini adalah karena baik digunakan untuk menyuling bahan yang berbentuk tepung
dan bunga-bungaan yang mudah membentuk gumpalan jika kena panas. Kelemahan dari
cara penyulingan tersebut adalah karena tidak baik digunakan untuk bahan-bahan
yang fraksi sabun, bahan yang larut dalam air dan bahan yang sedang disuling
dapat hangus jika suhu tidak diawasi.
- Penyulingan
dengan Air dan Uap (Water and Steam Distillation)
Pada sistim penyulingan ini, bahan diletakkan di atas piring yang berupa
ayakan yang terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air dalam ketel
penyuling. Kecepatan difusi uap melalui bahan dan keluarnya minyak dari sel
kelenjar minyak ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
1) Kepadatan bahan dalam ketel penyulingan
2) Tekanan uap
3) Berat jenis dan kadar air bahan
4) Berat molekul dari komponen kimia dalam minyak.
Keuntungan dengan menggunakan sistim penyulingan tersebut adalah karena uap
berpenetrasi secara merata kedalam jaringan bahan dan susu dapat dipertahankan
sampai 100°C. Lama penyulingan relatif lebih singkat, rendemen minyak lebih
besar dan mutunya lebih baik jika dibandingkan dengan minyak hasil dari sistim
penyulingan dengan air.
- Penyulingan
dengan Uap (Steam Distillation)
Pada sistim ini, air sebagai sumber uap panas terdapat dalam “boiler” yang
letaknya terpisah dari ketel penyulingan. Uap yang dihasilkan mempunyai tekanan
lebih tinggi dari tekanan udara luar. Penyulingan dengan uap sebaiknya dimulai
dengan tekanan uap yang rendah (kurang lebih 1 atmosfir), kemudian secara
berangsur-angsur tekanan uap dinaikkan menjadi kurang lebih 3 atmosfir. Jika
permulaan penyulingan dilakukan pada tekanan tinggi, maka komponen kimia
dalam minyak akan mengalami dekomposisi. Jika minyak dalam bahan di anggap
sudah habis tersuling, maka tekanan uap perlu diperbesar lagi yang bertujuan
untuk menyuling komponen kimia yang bertitik didih tinggi.
Sistim penyulingan ini baik digunakan untuk mengekstraksi minyak dari
biji-bijian, akar dan kayu-kayuan pada umnumnya mengandung komponen minyak yang
bertitik didih tinggi, misalnya minyak cengkeh, kayu manis, akar wangi,
“coriander”, sereh ,dan minyak “boise de rose”, “sassafras”, “cumin”, “Cedar
wood”, kamfer, kayu putih, “pimento”, “eucalyptus” dan jenis minyak lainnya
yang bertitik didih tinggi.
Sistim penyulingan ini tidak baik dilakukan terhadap bahan yang mengandung
minyak atsriri yang mudah rusak oleh pemanasan dan air. Minyak yang dihasilkan
dengan cara penyulingan, baunya akan sedikit berubah dari bau asli alamiah,
terutama minyak atsiri yang berasal dari bunga-bungaan.
2. Pressing
Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepressan umumnya dilakukan terhadap
bahan berupa biji, buah atau kulit luar yang dihasilkan dari tanaman yang
termasuk famili citrus, karena minyak dari famili tanaman tersebut akan
mengalami kerusakan jika diekstraksi dengan cara penyulingan. Karena tekanan
pengepressan maka sel-sel yang mengandung minyak akan pecah dan minyak akan
mengalir ke permukaan bahan. Beberapa jenis minyak yang dapat diekstrasi dengan
cara pengepressan adalah minyak “almon”, “apricot”, “lemon”, minyak kulit
jeruk, “mandarin”, “grape fruit”, dan beberapa jenis minyak lainnya.
3. Ekstraksi dengan Pelarut Menguap (Solvent Extraction)
Prinsip dari ekstraksi ini adalah melarutkan minyak atsiri dalam bahan
dengan pelarut organik yang mudah menguap. Proses ekstraksi biasanya dilakukan
dalam suatu wadah (ketel) disebut “extractor”. Berbagai tipe extractor yang
telah dikenal adalah “bonotto extractor”,”Kennedy extractor”,”Bollmann
extractor”,“ De Smet extractor”, “Hilderbrandt extractor”, dan “ Carrousal
exrtractor”.Ekstraksi dengan pelarut organik umumnya digunakan untuk
mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air,
seperti untuk mengekstrak minyak dari bunga-bungaan misalnya bunga cempaka,
melati, mawar, “hyacinth”, “tuberose”, “narcissus”, “gardenis”, “lavender”,
“lily”, “minose”, kenanga, “labdanum”,violet flower”, dan “geranium”.
4. Ekstraksi dengan Lemak Padat
Proses ekstraksi ini digunakan khusus untuk mengekstraksi minyak
bunga-bungaan, dalam rangka mendapatkan mutu dan rendemen minyak yang tinggi.
Pada umumnya bunga setelah dipetik akan tetap hidup secara fisiologis. Daun
bunga terus menjalankan proses hidupnya dan tetap memproduksi minyak atsiri dan
minyak ytang terbentuk dalam bunga akan menguap dalam waktu singkat.
Kegiatan bunga dalam memproduksi minyak akan terhenti dan mati jika kena
panas, kontak atau terendam dalam pelarut organik. Dengan demikian pelarut
hanya dapat mengekstraksi minyak yang terdapat dalam sel bunga yang terbentuk
pada saat bahan tersebut kontak dengan pelarut, sedangkan minyak atsiri yang
teebentuk sebelumnya sebagian besar telah menguap. Dengan demikian ekstraksi
menggunakamn pelarut menguap menghasilkan rendemen minyak yang rendah.
Untuk mendapatkan rendemen minyak yang lebih tinggi dan mutu yang baik,
maka selama proses ekstraksi berlangsung perlu dijaga agar proses fisiologi
dalam bunga tetap berlangsung dalam waktu selama mungkin, sehingga bunga tetap
dapat memproduksi minyak atsiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengekstraksi minyak bunga menggunakan lemak hewani atau nabati.
Metode yang
sering digunakan untuk memproduksi minyak pala adalah distilasi air atau
distilasi uap.
- Nilai
Ekonomi dan Pasar Minyak Atsiri
Minyak pala memiliki memiliki
prospek yang sangat tinggi dan sangat menjanjikan. Selain harganya terus meningkat, permintaan minyak pala atau nutmeg oil di pasar
dunia juga semakin banyak. Menurut Ketua Forum Pala Aceh, Dr Mustafril, harga
minyak pala sekarang ini mencapai Rp975 ribu/kg. Sedangkan kebutuhan minyak
pala dunia mencapai 40 ton/bulan. Minyak pala dibutuhkan perusahaan parfum
maupun farmasi di negara maju, seperti di kawasan Eropa. Indonesia memasok
hampir 32 ton minyak pala dunia per bulan. Aceh merupakan pemasok minyak pala
terbesar di Indonesia, mencapai 28 ton per bulan.
Minyak pala adalah
komoditi yang prospektif bukan hanya di level nasional bahkan tingkat dunia.
Harganya tidak menunjukkan kecenderungan turun, bahkan selama 35 terakhir ini
harganya menunjukkan kecenderungan terus meningkat. Pada 2013 ini, harganya
meningkat secara tajam dan tercatat sebagai harga yang paling tinggi selama
lebih dari tiga dasawarsa terakhir.
mas, daftar pustakanya mana ???
ReplyDeleteKetaren mas
Delete